Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia adalah PPN. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000, lalu perubahan ketiga dengan UU No. 42 Tahun 2009, dan terakhir UU No. 7 Tahun 2021.

Saat ini, tarif PPN di Indonesia yang berlaku adalah 11% yakni sejak 1 April 2022 seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Di dalam UU HPP diatur mengenai kenaikan tarif PPN secara bertahap, dari yang sebelumnya 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022, dan rencana kenaikan berikutnya menjadi 12% yang diterapkan paling lambat pada 1 Januari 2025.

Menurut Airlangga Hartanto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2019-2024), pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 bertujuan untuk meningkatkan penghasilan negara dari sektor pajak. Dilansir dari website resmi Kementerian Keuangan, dari Rp. 1.869,2 triliun penerimaan pajak tahun 2023, sekitar 40,88% atau Rp. 764,3 triliun merupakan penghasilan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Besarnya porsi PPN terhadap penerimaan dalam negeri Indonesia membuat PPN & PPnBM mempunyai tempat yang penting dan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan.

Namun, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 yang sudah di konfirmasi oleh Ibu Sri Mulyani, selaku Menteri Keuangan ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Dari sisi positif, kenaikan PPN bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung program-program fiskal seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari kenaikan PPN menjadi 12% juga ada. Dampak negatif yang ditimbulkan seperti:

1. Kenaikan harga barang atau jasa

Kenaikan PPN akan berimbas pada kenaikan harga barang/jasa karena pihak yang terkena dampak akhirnya adalah masyarakat sebagai konsumen. Masyarakat akan mengurangi pengeluaran rumah tangga seperti kebutuhan pangan karena meningkatnya harga ditambah dengan kenaikan pajak.

2. Pengurangan daya beli masyarakat

Kenaikan PPN secara tidak langsung akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi sehingga daya beli masyarakat cenderung melemah. Hal ini akan berimbas pada penjualan, kinerja keuangan, dan mengurangi tenaga kerja.

3. Dampak sektor usaha

Usaha kecil dan menengah kesulitan menaikkan harga produk untuk menutupi tambahan tarif PPN, sementara perusahaan besar dapat mentransfer biaya ini kepada konsumen.

4. Memicu tax avoidance

Kenaikan PPN menjadi 12% berarti bahwa konsumen dan pelaku usaha harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang dikenakan PPN. Akibatnya, beban pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan akan meningkat. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mencari cara agar beban pajak yang ditanggung dapat menjadi sekecil mungkin melalui tax avoidance atau penghindaran pajak. Kenaikan PPN menjadi 12% merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, dampaknya terhadap masyarakat perlu terus dipantau dan diantisipasi. Pemerintah perlu memastikan bahwa penerimaan negara dari kenaikan PPN digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, perlu ada upaya untuk meringankan beban masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, melalui subsidi ataupun program-program lainnya. Kebijakan ini juga perlu diimbangi dengan upaya untuk mencegah tax avoidance agar pemungutan pajak dapat berjalan dengan lebih efektif. Oleh karena itu, alih alih akan mendapatkan kenaikan pendapatan pemerintah, bahkan bisa menimpulkan peningkatan beban lain yang perlu di akomodir oleh pemerintah jika daya beli masyarakat menurun dan juga resiko deficit penerimaan negara lainnya. Dengan demikian, kenaikan PPN dapat menjadi kesempatan yang tepat untuk membangun perekonomian yang lebih kuat.

 

Referensi

https://journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/article/view/4077/1853

https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/info_singkat/Info%20Singkat-XVI-6-II-P3DI-Maret-2024-246.pdf

https://www.detik.com/jogja/bisnis/d-7338682/ppn-direncanakan-naik-jadi-12-persen-ini-alasan-hingga-dampaknya

https://investor.id/macroeconomy/371422/pertimbangkan-pencegahan-tax-avoidance-daripada-naikkan-tarif-ppn