Menghitung Pajak atas Yayasan
PENGERTIAN YAYASAN
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004, yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
KEWAJIBAN YAYASAN SEBAGAI SUBJEK PAJAK
Meskipun bersifat non-profit dan bertujuan untuk kegiatan sosial, pendidikan, atau amal lainnya, yayasan tetap dianggap sebagai subjek Pajak Penghasilan sesuai dengan prinsip-prinsip perpajakan. Ini berarti bahwa yayasan memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mengakui penghasilan yang diperolehnya dan menghitung biaya-biaya yang terkait dengan kegiatan operasionalnya, sama seperti halnya organisasi lain.
Pada akhir periode pelaporan keuangan, yayasan harus menyajikan nilai Sisa Hasil Usaha yang setara dengan laba atau rugi seperti yang dilakukan oleh perusahaan profit-oriented. Ini memungkinkan pemantauan kinerja keuangan yayasan dan memastikan transparansi dalam penggunaan dana.
Selain itu, yayasan juga wajib membuat laporan SPT tahunan PPh badan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Artinya, meskipun yayasan memiliki orientasi non-profit, mereka tetap tunduk pada sanksi administratif dan pidana jika melanggar aturan perpajakan yang berlaku.
OBJEK PAJAK YAYASAN
Yang merupakan objek pajak penghasilan dari yayasan adalah sebagai berikut:
- Penghasilan yang diterima dari usaha pekerjaan, kegiatan, atau jasa.
- Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI, dan bunga lain.
- Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta semula berasal dari bantuan sumbangan atau hibah.
Yang bukan objek pajak penghasilan dari yayasan adalah sebagai berikut:
- Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.
- Bantuan, sumbangan, atau zakat yang diterima oleh BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah).
- Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan atau bertempat di Indonesia.
YAYASAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN
Yayasan juga menjadi wajib pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Jika tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, yayasan bisa menjadi wajib pajak sebagai pemotong pajak jika memenuhi kriteria. Contohnya, yayasan sebagai pemotong PPh 21 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan. Yayasan juga berperan sebagai subjek badan pemotong dalam pembayaran untuk jasa yang digunakan oleh yayasan, sehingga harus melakukan pemotongan pajak PPh 23 dan/atau PPh Pasal 4 Ayat (2).
YAYASAN DI BIDANG PENDIDIKAN
Yayasan non-profit bergerak diberbagai bidang, salah satunya adalah bidang Pendidikan dan Penelitian.
Dalam yayasan pendidikan terdapat penghasilan yang merupakan objek pajak:
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan, kegiatan, atau usaha yaitu:
- Uang pendaftaran dan uang pangkal;
- Uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;
- Uang SPP;
- Uang SKS;
- Uang ujian;
- Uang kursus;
- Uang seminar/lokakarya;
- Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan penghasilan lain yang berkaitan dengan jasa penyelenggara pengajaran/pendidikan/pelatihan dalam bentuk apapun.
- Penghasilan dari sewa dan imbalan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan harta;
- Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta yang awalnya berasal dari bantuan, sumbangan, maupun hibah.
Penghasilan yayasan pendidikan yang bukan objek pajak:
- Bantuan atau sumbangan;
- Harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi sejenis yang merupakan badan keagamaan/badan pendidikan/bagan sosial sepanjang tidak ada hubungan pekerjaan, usaha, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak penerima.
ASPEK PERPAJAKAN UNTUK YAYASAN PENDIDIKAN
Yayasan memiliki kewajiban untuk memotong, menyetor, dan melaporkan beberapa pajak seperti berikut:
- PPh 21, yayasan memiliki kewajiban untuk potong, setor, dan lapor PPh pasal 21 atas gaji karyawan dan pengajar, serta PPh 21 atas jasa arsitek pembangunan gedung yayasan pendidikan jika ada pembangunan.
- PPh Pasal 4(2), yayasan akan melakukan potong, setor, dan lapor atas pajak ini jika ada kegiatan pembangunan gedung yang dilakukan oleh kontraktor maupun pihak lain atas kegiatan usaha jasa konstruksi yaitu jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan konstruksi.
Pemotongan PPh Pasal 4(2) juga dilakukan jika yayasan memperoleh penghasilan dari bunga deposito, bunga bank, diskonto SBI, dan bunga lainnya, serta penghasilan yang diperoleh dari hasil penggunaan harta seperti penyewaan bangunan, tanah, ruangan yang merupakan milik yayasan.
- PPh 23, yayasan wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan atas pajak ini jika melakukan kegiatan berupa menyewa kendaraan, atau menggunakan jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23.
- PPh 25, yayasan wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan angsuran PPh 25 jika terdapat PPh 25 yang harus disetorkan.
- Pajak atas sisa lebih, yayasan wajib untuk melakukan penyetoran dan pelaporan SPT tahunan PPh yayasan atas sisa lebih yang berasal dari objek pajak. Yang wajib untuk disetor dan dilaporkan adalah sisa lebih yang dalam jangka waktu 4 tahun tidak digunakan untuk kebutuhan pembangunan gedung dan sarana prasarana yayasan pendidikan. Namun, jika dalam 4 tahun sisa lebih tersebut digunakan untuk melakukan pembangunan gedung dan sarana prasarana yayasan, maka yayasan tidak wajib untuk melakukan penyetoran pajak tetapi tetap wajib untuk melakukan pelaporan SPT tahunan PPh badan atau yayasan.
YANG DAPAT MENJADI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO YAYASAN :
- Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan, dosen pengajar, dan karyawan;
- Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;
- Biaya publikasi/iklan/promosi;
- Biaya kendaraan;
- Biaya kemahasiswaan;
- Biaya ujian semester;
- Biaya sewa gedung dan utilities (listrik, telepon, air);
- Biaya laboratorium;
- Biaya penyelenggaraan asrama; bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya;
- Biaya pemeliharaan kampus;
- Biaya penyusutan (kecuali penyusutan atas pengeluaran untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang berasal dari sisa lebih (surplus) yang mendapatkan fasilitas tidak terkena PPh Badan);
- Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
- Biaya penelitian dan pengembangan;
- Biaya pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
- Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olahraga dan peraga;
- Subsidi/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu;
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
PERHITUNGAN PAJAK BILA YAYASAN PENDIDIKAN DAN/ ATAU PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MEMILIKI SURPLUS (SISA LEBIH)
Sisa lebih merupakan selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut. Ketentuan mengenai biaya yang dapat dibebankan sama seperti Wajib Pajak Badan lainnya yang diatur pada Pasal 6 UU PPh.
Yayasan yang berfokus pada pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dapat memperoleh fasilitas perpajakan berupa pembebasan pajak atas surplus yang diperoleh, asalkan surplus tersebut digunakan kembali untuk keperluan pembangunan dalam bidang pendidikan atau penelitian dan pengembangan dengan syarat tertentu. Syaratnya adalah surplus tersebut harus dialokasikan kembali untuk pembangunan sarana dan prasarana di bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam waktu maksimal 4 tahun sejak surplus diterima.
Contoh perhitungan:
Yayasan Pendidikan Budi Pekerti memiliki sisa lebih pada tahun 2019 sebesar Rp500.000.000,- dengan bruto sebesar Rp6.000.000.000,- . Jika dalam 4 tahun sisa lebih tersebut digunakan untuk membangun atau mengembangkan sarana dan prasarana maka sisa lebih sebesar Rp500.000.000,- tidak akan terhutang PPh badan.
Apabila pada tahun 2020 ternyata sebagian sisa lebih sebesar Rp150.000.000,- digunakan oleh Yayasan Pendidikan Budi Pekerti untuk kegiatan lain yang bukan untuk membangun atau mengembangkan sarana dan prasarana, maka Rp150.000.000,- akan dikenakan PPh badan untuk tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut yaitu tahun 2019, sehingga SPT PPh yayasan tahun 2019 harus dilakukan pembetulan dan menyetor PPh Pasal yang terutang.
Apabila setelah lewat 4 tahun sisa lebih sebesar Rp350.000.000,- tidak digunakan oleh Yayasan Pendidikan Budi Pekerti untuk membangun/mengembangkan sarana dan prasarana yayasan, maka sisa lebih tersebut akan dikenakan PPh badan untuk tahun pajak setelah jangka waktu 4 tahun yaitu tahun pajak 2022 (terhitung sejak 2019).
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yayasan, meskipun berorientasi non-profit dan bertujuan untuk kegiatan sosial, pendidikan, atau amal lainnya, tetap memiliki kewajiban perpajakan yang serupa dengan organisasi profit-oriented. Yayasan dianggap sebagai subjek pajak penghasilan yang harus mengakui penghasilan yang diperolehnya, menghitung biaya operasional, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, yayasan juga memiliki tanggung jawab untuk membuat laporan SPT tahunan PPh badan dan tunduk pada sanksi administratif dan pidana jika melanggar aturan perpajakan.
Yayasan juga memiliki peran ganda sebagai pemotong pajak penghasilan. Yayasan tidak hanya wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, tetapi juga harus melakukan pemotongan pajak atas penghasilan tertentu yang diterima atau dibayarkan kepada pihak lain, seperti gaji karyawan dan pembayaran untuk jasa yang digunakan. Seluruh proses perpajakan ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap pengelolaan keuangan yayasan, termasuk pengelolaan surplus dan penggunaannya kembali untuk pembangunan dalam bidang pendidikan atau penelitian dan pengembangan. Dengan memahami kewajiban perpajakan dan mengelola keuangannya dengan cermat, yayasan dapat memastikan ketaatan terhadap aturan perpajakan yang berlaku sambil menjaga kelangsungan program-program sosial, pendidikan, atau amal yang dijalankannya.
REFERENSI
- 2020. Pengelolaan Keuangan Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Efisien dan Efektif. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pancasila.
- https://klikpajak.id/blog/perpajakan-dalam-laporan-keuangan-yayasan/
- https://ortax.org/bagaimana-ketentuan-pajak-atas-sisa-lebih-yayasan-dan-lembaga-non-profit
- https://accounting.binus.ac.id/2021/12/09/aspek-pemajakan-pada-yayasan-atau-organisasi-nirlaba/#:~:text=Yayasan%20menjadi%20wajib%20pajak%20jika,memenuhi%20kriteria%20sebagai%20pemotong%20pajak
Comments :