“Pajak adalah tulang punggung penting suatu negara. Tidak ada negara merdeka di mana pun di dunia yang tidak mengumpulkan penerimaan pajak. Negara yang kuat, yang mampu mengumpulkan pajak secara baik” begitulah kiranya kutipan perkataan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia yang menggambarkan urgensi pajak terhadap negara dan rakyat. Istilah dari rakyat untuk rakyat sangat tepat untuk menggambarkan tujuan pengumpulan pajak. 

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ada banyak metode pengumpulan pajak oleh masyarakat di Indonesia, kita mungkin kerap mendengar istilah e-billing, yang merupakan sistem digital dalam membayar pajak dengan menggunakan kode billing pada aplikasi e-billing pajak. Beberapa masyarakat juga ada yang membayar pajak dengan mendatangi langsung kantor pajak, juga ada sistem pengumpulan pajak yang diambil alih oleh pihak kelurahan.

Banyaknya metode pengumpulan pajak, sehingga tidak ada satu acuan utama masyarakat dalam membayar pajak, menimbulkan kebingungan dan prasangka masyarakat, apakah selama ini metode membayar pajak yang mereka lakukan sudah tepat? Apakah pajak yang mereka bayar sudah terdistruibusi dengan baik? Pun sarana informasi terkait cara membayar pajak sangatlah minim, dan tidak merata, sehingga membuka kesempatan bagi oknum-oknum untuk menyelewengkan pajak masyarakat itu sendiri. 

Selain itu, sistem pengumpulan pajak secara manual dan tidak terintegrasi dengan teknologi memberikan kerumitan dalam proses administrasi, sehingga rentan terjadi masalah dalam prosesnya. Tak dapat dipungkiri lagi, pajak kerap menjadi dasar terjadinya polemik di Indonesia. 

Isu penyelewengan dalam konteks pajak tidak hanya berasal dari pihak yang menerima dan mengelola pajak saja, namun kesempatan untuk menyelewengkan pajak juga terbuka untuk masyarakat. Tak bisa dipungkiri bahwa penyelewengan pajak di Indonesia sudah membawa kerugian yang sangat besar terhadap negara. Sebut saja, kasus penggelapan dana oleh Rafael Alun, pejabat ditjen pajak yang memberikan kerugian negara di angka triliunan. 

Berbagai kasus penyelewengan pajak oleh pihak pemerintah, membangun citra buruk pemerintah yang mengelola pajak rakyat. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan masyarakat tidak patuh dalam membayar pajak. Pada tahun 2020, jumlah wajib pajak yang taat hanya 14,76 juta dari total 19,01 juta wajib pajak, sehingga rasio kepatuhan pajak hanya berada pada angka 78%. Data tersebut menunjukkan, bahwa indeks wajib pajak di Indonesia tidak menunjukkqn adanya peningkatan yang signifikan, bahkan dalam beberapa periode, tren tersebut justru menurun. 

Kepatuhan masyarakat yang sangat rendah terhadap pajak dan regulasi yang mengikatnya, menjadi polemik baru yang harus dihadapi. Karena hal ini akan berdampak pada pembangunan negara dalam skala yang lebih besar.

Sehingga diperlukan suatu wadah yang mencakup seluruh sistem dalam pengumpulan pajak, yang berbasis teknologi, dan mudah diakses oleh masyarakat. Platform tersebut akan mencakup mulai dari segi pengawasan aktifitas pajak masyarakat oleh pihak developer atau pemerintah, mekanisme penyetoran berbagai jenis pajak. 

Wadah tersebut yang menyimbolkan sentralisasi sistem perpajakan akan memberikan dampak yang sangat besar, terkhususnya dalam penerimaan pajak. Mengapa demikian? karena sentralisasi sistem perpajakan akan menciptakan efisiensi pengumpulan pajak oleh masyarakat dengan mengurangi duplikasi dan redundansi dalam administrasi. 

Selanjutnya, akan tercipta pengawasan dan penegakan hukum yang jauh lebih komprehensif, karena dengan memusatkan aktifitas pajak dalam satu tempat, akan memudahkan pihak pengelola dan penerima pajak untuk memantau aktifitas pajak masyarakat, dan aktifitas yang mengarah pada penyelewengan pajak akan mudah terdeteksi.

Dan yang paling utama, sentralisasi sistem pajak ini akan berdampak pada peningkatan kepercayaan publik terhadap pemerintah, yang didasarkan pada mekanisme pengumpulan pajak yang lebih transparan, sehingga sentralisasi sistem pajak perlu untuk dilakukan karena hal tersebut akan berdampak pada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap pajak.

Sentralisasi sistem pajak sudah diterapkan lebih dulu oleh negara Prancis. Prancis jika ditinjau dari perspektif pajak menerapkan kebijakan Tax Collection System, yakni sistem penerimaan dan pengelolaan yang dilakukan secara terpusat dan terintegrasi dengan teknologi, sehingga memudahkan tak hanya dari segi masyarakat dalam membayar pajak, namun juga dari perspektif pengelola pajak yakni DGFiP (Direction Générale des Finances Publiques). Namun sentralisasi sistem ini didukung hukum pajak yang juga sangat komprehensif, dan diberlakukan secara seragam diseluruh negeri. 

Dampaknya, penerimaan pajak di Prancis jauh lebih baik daripada Indonesia, terbukti dengan rasio pajak terhadap PDB Prancis yang dilabeli sebagai salah satu rasio pajak tertinggi di dunia. 

Namun, dalam pengimplementasiannya, ada banyak prosedur yang perlu dilakukan dan dimodifikasi, terkhususnya di Indonesia. Pertama, diperlukan regulasi dan kepastian hukum yang mengikat dan sesuai dengan sistem yang akan dibuat. Kedua, diperlukan infrastruktur teknologi yang komprehensif, agar terbangun keamanan data yang baik dengan basis teknologi enkripsi, serta teknologi yang mampu menopang sistematika perpajakan. Ketiga, diperlukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap sistem baru yang akan diterapkan dalam sistem pajak, sehingga masyarakat akan lebih cepat dalam beradaptasi. Terakhir, transparansi dan akuntabilitas, yakni memperkuat mekanisme audit dan pengawasan serta sistem pelaporan yang transparan dan dapat diakses oleh publik

“Pajak dari rakyat untuk rakyat”. Pajak adalah instrumen yang sangat penting dalam menentukan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. Negara yang berhasil, adalah negara yang berhasil mengumpulkan dan mendistribusikan pajak dengan baik, dan kedua instrumen tersebut tak terlepas dari kepatuhan masyarakat terhadap pajak. Maka dari itu, diperlukan pengkajian yang lebih komprehensif untuk menentukan solusi atas masalah pajak di Indonesia, agar kepatuhan masyarakat terhadap pajak dapat meningkat, dan salah satu caranya adalah dengan melakukan sentralisasi sistem pajak

#LombaArtikel #TaxOlympic2024