Indonesia diproyeksikan akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2035 mendatang. Bonus demografi dikatakan mengnuntungkan ketika proporsi penduduk usia produktif mengalami jumlah terbesar dibandingkan dengan proporsi penduduk usia tua yang sudah nonproduktif. Usia produktif dimulai ketika seorang anak memasuki jenjang sekolah menengah pada pendidikan formal hingga ia berumur 64 tahun. Bonus demografi ini. tentu bisa menjadi peluang yang, apabila masyarakat usia produktif memiliki kualitas sumber daya manusia yang dapat menunjang serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan negara. Pembangunan suatu negara yang baik dapat dilakukan apabila penerimaan suatu negara yang akan digunakan sebagai sumber pembangunan negara tersebut juga dilakukan dengan baik.

Penerimaan Indonesia yang akan digunakan untuk pembangunan nasional pada tahun 2023 mencapai Rp2.774,3 triliun, meningkat 5,3% dibanding 2022 (year-on-year/yoy) atau melebihi target sebesar 105,2% dari yang ditetapkan sebesar Rp2.637,2 triliun dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023. Pendapatan negara tersebut berasal dari 4 sumber dengan penerimaan yang bersumber dari penerimaan pajak yang merupakan terbesar.

Pendapatan negara pada tahun 2023 yang bersumber dari penerimaan pajak mencapai Rp1.869,2 triliun atau 102,8 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa penerimaan pajak memainkan peran yang sangat penting dalam keberlangsungan pembangunan nasional bangsa kita dan dalam mewujudkan cita cita bangsa yaitu mewujudkan bangsa yang sejahtera.

Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya pajak. Permasalahannya tidak banyak masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pajak. Survei Indikator mengenai menunjukkan sebanyak 72,5% masyarakat mengaku tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan sebanyak 51,7% atau mayoritas masyarakat yang memiliki NPWP merasa pembayaran pajak adalah mudah serta sebanyak 45,9%
masyarakat yang memiliki NPWP merasa cukup puas dengan pelayanan petugas pajak.

Dari Survei tersebut dapat disimpulkan bahwasanya mayoritas masyarakat yang memiliki NPWP merasa membayar pajak adalah hal yang mudah dan merasa sangat puas dengan pelayanan petugas pajak. Lantas, mengapa masih ada masyarakat yang tidak ingin mengurus NPWP dan membayar pajak. Ternyata, 37,8% atau mayoritas masyarakat masih kurang paham mengenai apa
yang dimaksud dengan pajak.

Berdasarkan hal itu, maka meningkatkan kesadaran pajak bagi masyarakat haruslah dilakukan sejak mereka remaja atau sedang menempuh pendidikan menengah atau pada SMA/MA/SMK/MAK/Sederajat. Selama ini, pendidikan perpajakan diinklusikan dalam mata pelajaran Ekonomi pada SMA/MA dan melalui Mata Pelajaran Administrasi Pajak pada SMK/MAK serta diinklusikan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dalam konteks kewajiban warga negara terhadap negara. Tentunya kedua hal tersebut tidaklah cukup untuk meningkatkan kesadaran pajak bagi peserta didik, perlu dilakukan strategi-strategi lainnya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan agar kesadaran pajak dapat meningkat begitu pesan pada beberapa tahun ke depan.

Pemerintah dapat menyusun strategi-strategi dalam meningkatkan kesadaran pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, yaitu sebagai berikut:

1) Menambahkan Materi Kesadaran Pajak dan Materi Perbandingan Antara Pajak dengan Pungutan Lainnya yang Bersifat Wajib yang Terdapat pada Keyakinan Agama Peserta Didik

Selama ini, Pendidikan Pancasila hanya membahas kewajiban kita sebagai Warga Negara akan pajak, tetapi tidak membahas mengapa kita harus membayar pajak, bagaimana tujuan pajak, bagaimana sejarah pajak, dan bagaimana pengaruh pajak agar dapat terciptanya masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.

Selain menambahkan materi kesadaran pajak, perlu juga ditambahkan materi yang beririsi perbandingan antara pajak dengan pungutan lainnya yang bersifat wajib yang terdapat pada keyakinan agama yang dianut oleh masing-masing peserta didik. Materi ini dapat saja membahas bagaimana perbedaan antara pajak dengan zakat atau lainnya dan apa saja urgensi dan tujuan keduanya. Materi ini dapat ditambahkan pada materi pembelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti pada peserta didik.

2) Melakukan Sosialisasi ataupun Edukasi Melalui Iklan Layanan Masyarakat di Media Sosial

Survei IDN Research Instituete menunjukkan, 62% atau mayoritas responden Generasi Z atau para peserta didik jenjang sekolah menengah saat ini dipengaruhi oleh iklan di media sosial. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan sosialisasi maupun edukasi kesadaran pajak pada generasi Z tidak hanya melalui kurikulum, tetapi juga melalui media sosial.

Adapun strategi yang dapat dilakuken oleh lembaga pendidikan formal adalah sebagai
berikut:

1) Melakukan Sosialisasi dan Edukasi akan Kesadaran Pajak pada Lingkungan Sekolah
Lembaga pendidikan yang memiliki peran besar adalah sekolah yang merupakan lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan sekolah merupakan agen sosialisasi sekunder. Lembaga pendidikan dianggap sebagai agen sosialisasi sekunder karena lembaga ini merupakan kelanjutan dari agen sosialisasi primer yaitu keluarga. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan pada generasi muda bahkan sejak mereka dini dan dilakukan secara bertahap. Salahsatu hal yang dapat ditanam melalui lembaga pendidikan sekolah adalah nilai kesadaran terhadap pajak.

2) Menugaskan Peserta Didik untuk Mensosialisasikan dan Memberikan Edukasi terhadap Kesadaran Pajak
Apabila sekolah melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai kesadaran terhadap pajak dilakukan secara rutin, tentunya akan menimbulkan banyaknya peserta didik yang melek terhadap pentingnya pajak. Peserta didik yang melek akan pentingnya pajak akan senantiasa membayar pajak dengan jujur dan baik atas keinginan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak tertentu.

Tenaga Kependidikan dapat mengkaji pemahaman dan kesadaran wajib pajak pada peserta didik dengan ditugaskan untuk mensosialisasikan den memberikan edukasi akan kesadaran pajak melalui media sosial, media poster, film pendek, mengingat kini peserta didik memiliki kecakapan digital yang tinggi. Hal ini bertujuan agar kesadaran pajak tidak hanya berhenti pada peserta didik tetapi juga ke kalangan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hariani, A. (2024). Pendapatan Negara 2023 Melebihi Target, Capai Rp 2.774,3 T. Pajak.com.
https://www.pajak.com/pajak/pendapatan-negara-2023-melebihi-target-capai-rp-2-7743-t/

Indikator. (2022). Survei Nasional 9-12 Juli 2022. Persepsi dan Kepatuhan Publik Membayar Pajak, 2022, 1-66. https://indikator.co.id/wp-content/uploads/2022/07/Rilis-Survei-Indikator-31-Juli-2022.pdf

Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat. (n.d). Inklusi Kesadaran Pajak dalam Pendidikan. Dikutip dari : https://edukasi.pajak.go.id/getpdf/Booklet%20Inklusi%20Kesadaran%20Perpajakan%202023b_compressed%20(1)_compressed%20(1).pdf

Noviana, W. (2018). Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 15(4),154-171.

Pravitasari, G.I. (2022). Peran Sekolah Terhadap Penanaman Kepada Siswa Mengenai Pentingnya Kesadaran Pajak. Indonesia Journal of Sociology, Education, and Development, 4(2), 72-78

Sutikno, A.N. (2020). Bonus Demografi di Indonesia. Visioner, 12(2), 421-438.

Tim Edukasi Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak. (2016). Materi Terbuka Kesadaran Pajak untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Direktorat Jenderal Pajak.

#LombaArtikel #TaxOlympic2024