ABSTRAK

Integritas merupakan suatu konsep diri dan dapat menggambarkan kualitas seseorang melalui perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas berarti (1) mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, (2) kejujuran. Dalam konteks nasional, integritas berarti wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam terkait urgensi untuk menjaga integritas stabilitas sistem perekonomian dan stabilitas kepatuhan wajib pajak dengan berlandaskan dalam stratifikasi sosial ekonomi secara vertikal dalam generasi digital native. Dengan adanya transformasi digital yang menyesuaikan dengan karakteristik generasi digital native, maka diharapkan akan memunculkan generasi-generasi yang paham dan taat akan kewajiban dan hak dalam perpajakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi literatur. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sangat mendukung untuk memperdalam analisis mengenai stratifikasi sosial ekonomi di Indonesia. Namun kebijakan ini belum dilakukan secara optimal karena banyak menimbulkan stigma negatif dalam konteks implementasi prinsip keadilan sosial dalam kebijakan pajak. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan kebijakan penyesuaian besarnya penghasilan pajak dalam stratifikasi sosial ekonomi di Indonesia maka diperlukan studi komparatif yang dapat menjadi referensi dalam penerapannya. Sehingga peran untuk menjaga integritas stabilitas sistem perekonomian dan stabilitas kepatuhan wajib pajak dengan berlandaskan stratifikasi sosial secara vertikal dapat terwujud dengan merata di Indonesia.

Kata Kunci : Sistem Perekonomian, Wajib Pajak, Stratifikasi Sosial Ekonomi

PENDAHULUAN

Kepatuhan wajib pajak menjadi persoalan yang sangat umum dihadapi oleh otoritas pajak di Indonesia bahkan di setiap negara di dunia. Upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak juga telah lama menjadi perhatian otoritas pajak. Perlu diketahui, bahwa kepatuhan pajak didefinisikan sebagai kemauan dari wajib pajak untuk dapat tunduk dan patuh terhadap regulasi maupun ketentuan perpajakan yang berlaku pada suatu negara. Pengertian lain terkait kepatuhan pajak merujuk pada IBFD International Tax Glosary. Kepatuhan pajak (tax compliance) merupakan tindakan yang bersifat prosedural dan administratif yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban wajib pajak yang didasarkan pada aturan pajak yang berlaku.

Perlu diketahui oleh masyarakat luas, perpajakan di Indonesia yang menganut sistem self assessment membuat kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary compliance) menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan sistem perpajakan. Ini karena dalam sistem self assesment, pemerintah atau otoritas pajak memberikan wewenang serta kepercayaan kepada para wajib pajak dalam kegiatan menghitung, menyetor, serta melaporkan sendiri kewajiban perpajakan yang terutang. Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Penelitian Gangl et al. (2013) menyatakan, orientasi pelayanan (service orientation) yang memfasilitasi kepatuhan pajak (tax compliance) akan meningkatkan kepercayaan dan memperkuat kepatuhan. Kepatuhan yang diharapkan adalah kepatuhan sukarela (voluntary compliance). 

Selaras dengan perkembangan zaman tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga turut andil dalam menciptakan inovasi dalam teknologi informasi dan komunikasi. Seperti misal, Wajib Pajak dapat melaporkan dan membayar semua pajaknya melalui platform digital bernama “DJP Online” yang dikembangkan oleh DJP. Salah satu contoh reformasi kemudahan dibidang pelayanan pajak adalah seperti diterapkannya e-registration atau sistem pendaftaran wajib pajak secara daring, penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara daring melalui e-Filing, e-Billing yang merupakan pembayaran pajak secara elektronik menggunakan kode billing, dan yang terbaru adalah pelaporan SPT Masa unifikasi menggunakan e-Bupot Unifikasi. Dalam sistem self assessment kepatuhan wajib pajak untuk melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2017 yang berisi mengenai kebijakan-kebijakan ketika melakukan pembayaran pajak secara elektronik menjadi suatu indikator keberhasilan dalam sistem perpajakan. Seperti yang diketahui seperti penjelasan di atas, transaksi penyetoran ataupun pembayaran wajib pajak bisa dilakukan secara daring dengan sarana pembayaran yang telah diperkenankan oleh DJP. Meskipun pemerintah telah memberikan kepercayaannya pada wajib pajak, pemerintah juga tetap melakukan pengawasan serta selalu berupaya meningkatkan kepatuhan pajak.

Kepatuhan wajib pajak dibagi menjadi 2, yaitu kepatuhan secara administratif atau formal, yaitu sejauh mana wajib pajak patuh terhadap persyaratan prosedural serta administrasi perpajakan. Termasuk pula mengenai syarat bagaimana pelaporan serta jangka waktu untuk menyampaikan dan membayar pajak. Yang ke 2, yaitu kepatuhan secara teknis atau materiel, yaitu kepatuhan yang mengacu pada perhitungan jumlah beban pajak secara benar dan tepat. Tak hanya itu, kepatuhan pajak materiel juga bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika wajib pajak memenuhi ketentuan materiel perpajakan, sesuai dengan isi ketentuan undang-undang perpajakan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan sebanyak 278,8 juta jiwa pada 2023. Jumlah tersebut naik 1,1% dibandingkan pada tahun lalu yang sebanyak 275,7 juta jiwa. Menurut usianya, 69,13% penduduk Indonesia berada di jenjang umur 15-64 tahun (usia produktif). Sebanyak 23,89% penduduk berusia 0-14 tahun (usia pra-produktif) Kemudian, 6,98% penduduk berusia 65 tahun ke atas (usia nonproduktif). Hal tersebut berarti jumlah penduduk Indonesia dengan usia produktif (penduduk usia kerja yang didominasi anak muda) lebih besar dibandingkan usia nonproduktif. Hal ini tentu saja menjadi alasan yang mendorong Indonesia untuk melakukan transformasi digital secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kebijakan dan regulasi penggunaan teknologi harus dilakukan dengan tepat sehingga peran-peran generasi muda sebagai penerus bangsa dapat terlaksana dengan baik. Hal tersebut dapat terjadi sebaliknya jika tidak ada regulasi yang jelas dan tepat maka bonus demografi generasi muda dapat menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri, karena hanya menjadi beban negara.

Berdasarkan data DJP pada 2018 rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan mencapai 71,1 persen. Pada tahun 2019 kepatuhan pajak menjadi 73,06 persen. Tahun 2020 sebesar 77,63 persen naik 4,57 persen dari tahun sebelumnya. Tahun 2021 sebesar 84,07 persen dan 2022 sebesar 83,2 persen. Tren kepatuhan pelaporan SPT Tahunan PPh dalam satu lustrum terakhir sedikit meningkat. Namun pada tahun 2021-2022 mengalami penurunan 0,87 persen. Pajak bersifat wajib bagi warga negara dan dapat dipaksakan oleh pemerintah melalui peraturan. Meskipun tidak ada orang yang suka rela membayar pajak, namun masyarakat harus menyadari bahwa penerimaan negara Indonesia saat ini masih mengandalkan pajak sebagai tulang punggung pembiayaan negara. Setidaknya, 64,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 berasal dari uang pajak.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penelitian (Zed, 2008:3). Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan/fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukan dugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian. Sehingga para peneliti dapat mengelompokkan, mengalokasikan, mengorganisasikan, dan menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti. Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan (Darmadi, 2011).

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pendahuluan masalah yang telah dijelaskan pada bagian atas, maka perumusan masalah penelitian “INTEGRITAS KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM STRATIFIKASI SOSIAL TERHADAP GENERASI DIGITAL NATIVE” adalah sebagai berikut : 

  1.  Apakah dengan semakin tingginya stratifikasi sosial dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia? 
  2. Apakah dengan semakin majunya teknologi di zaman era digital ini dapat mempermudah generasi digital native untuk melakukan pembayaran pajak secara berkala?
  3. Bagaimana diberlakukannya korelasi integritas pajak terhadap sistem perekonomian di Indonesia?

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Stratifikasi Sosial Kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia

Rasio stratifikasi sosial ekonomi berdasarkan profesi pekerjaan di Indonesia : 

  • Golongan atas (1) : Orang-orang kaya, pengusaha, dan penguasa.
  • Golongan menengah (2) : Pegawai kantor. petani pemilik lahan, dan pedagang.
  • Golongan bawah (3) : Buruh tani dan budak

Berdasarkan Laporan Tahunan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan 2021, rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan alias masyarakat super kaya tahun lalu hanya 45,53%, turun dibandingkan dengan capaian pada 2020 yang sebesar 52,44%. Faktanya, jumlah masyarakat kelas atas yang wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan terus meningkat, yakni dari 1,75 juta wajib pajak pada 2020 menjadi 1,85 juta wajib pajak pada tahun lalu. Hal ini didukung oleh fakta bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak Indonesia pada tahun 2020 belum mencapai target. Pada tahun 2020 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT) diterima sejumlah 14,76 juta. Hasil tersebut termasuk 78% dari total wajib pajak yang berkewajiban melaporkan SPT. Meskipun begitu, jumlah tahun 2020 memiliki peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 73%. Harus diakui tingkat kepatuhan pajak pada tahun 2020 lebih tinggi dari tahun 2019, namun angka tersebut masih belum mencapai angka target 80%. 

Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, hingga 31 Maret 2024 terdapat 12,7 juta wajib pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Adapun, jumlah wajib pajak yang wajib melaporkan SPT pada tahun ini mencapai 19,27 juta sehingga dengan realisasi tersebut maka rasio kepatuhan wajib pajak hanya 65,8%. Celakanya, angka tersebut relatif tidak berubah dibandingkan dengan realisasi rasio kepatuhan formal wajib pajak yang berakhir 31 Maret 2023 yakni sebesar 66,69%.

Muncul divergensi berdasarkan Laporan Tahunan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan pada tahun 2021, salah satunya adalah mengapa Surat Pemberitahuan (SPT) tiap tahun terus meningkat namun rasio kepatuhan wajib pajak menurun?  Padahal, orang-orang kaya ini sering mendapatkan fasilitas keringanan pajak melalui usaha yang dijalankannya. Namun, hal itu tidak lantas meningkatkan kepatuhan. 

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kepatuhan wajib pajak terus menurun, yaitu kurang gencarnya otoritas pajak dalam melakukan pelayanan khususnya dalam sistem daring. Yang menyebabkan sistem operasional daring dibidang perpajakan masih memiliki banyak celah untuk “dimainkan” oleh oknum wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban perpajakannya. Untuk itu, pentingnya integritas dalam otoritas pajak sendiri maupun oleh masyarakat luas betapa pentingnya pajak untuk menyejahterakan rakyat, menyediakan pendidikan serta layanan kesehatan yang murah, mutu, dan terjamin; menekan angka kemiskinan di Indonesia, dan menyediakan subsidi bagi masyarakat.

Sementara itu, Data Ditjen Pajak menunjukkan, kepatuhan formal WP karyawan mencapai 10,17 juta atau 73,65%. Jumlah itu jauh di atas kepatuhan korporasi yang hanya sebesar 57,28% atau WP orang-orang kaya yang berada di angka 42,75%. WP karyawan juga memiliki kontribusi ke penerimaan pajak yang cukup besar. Sampai semester 1/2019 lalu, realisasi PPh karyawan atau PPh 21 mencapai Rp78,08 triliun atau hampir 13% dari total penerimaan pajak. Bandingkan dengan PPh orang pribadi (orang-orang kaya) yang sampai Juni lalu hanya menyetor pajak sebesar Rp7,9 triliun atau 1,3% dari realisasi penerimaan pajak semester 1/2019.

Dari beberapa data yang telah disajikan, menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat stratifikasi sosial, semakin tinggi pendapatan seseorang, tidak mustahil untuk seseorang mengelak dari kepatuhan wajib pajaknya. Dengan persoalan tarif pajak yang tinggi tidak memungkinkan untuk seseorang mengelak dari kepatuhan wajib pajaknya, tarif pajak yang rendah juga belum tentu memungkinkan akan meningkatkan rasio tarif pajak secara signifikan. Tetapi, tarif pajak yang tinggi sudah akan jelas membuat masyarakat tidak kondusif dan menjauhi pajak selama mungkin.

Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 Tahun 2023 (PMK 60 Tahun 2023) tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan ini, beriringan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689 Tahun 2023 yang berlaku mulai 23 Juni 2023.

Untuk menjaga keberlangsungan usaha yang sedang dijalani dan ketersediaan rumah layak huni, dengan adanya program rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, penerima manfaat subsidi dibebaskan dari PPN sebesar 11%. Adanya peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, harapannya adalah pemberian subsidi pajak dapat tersalurkan secara penuh kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan tetap menjalankan keberlangsungan UMKM untuk meningkatkan perputaran roda perekonomian di Indonesia.

Kemudahan Teknologi dalam Wajib Pajak

Generasi digital native adalah generasi milenial atau mereka yang lahir pada 1981-1995 dan generasi Z atau mereka yang lahir pada 1996-2010, sebagai generasi yang sejak mulai belajar menulis/membaca, beraktivitas, dan berinteraksi sudah mengenal sekaligus memanfaatkan teknologi internet (gawai) dan media sosial (Kompas, 2022). Hasil penelitian Pew Research Center tahun 2010 memperlihatkan bahwa karakteristik generasi milenial adalah: 

  1. Lebih percaya User-Generated Content atau konten yang dibuat oleh perorangan. 
  2. Memilih ponsel dibanding TV.
  3. Wajib memiliki media sosial sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.
  4. Kurang suka membaca secara konvensional.
  5. Lebih mengerti teknologi dibanding orang tua mereka.
  6. Cenderung tidak loyal namun bekerja efektif. 
  7. Mulai banyak melakukan transaksi secara cashless (Winasti, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian oleh Pew Research, dapat dibuktikan bahwa generasi digital native atau generasi milenial memiliki karakteristik lebih terbuka akan kemajuan teknologi, jiwa kreatif, inovatif, daya cipta, serta adaptif yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa media edukasi yang tepat untuk meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak adalah berupa video yang dapat terpublikasi oleh masyarakat secara luas dan dapat diakses melalui daring. Video edukasi perpajakan dianggap lebih efektif dan efisien pada generasi digital native, karena di dalam video terdapat aspek audio sekaligus visual yang menarik sehingga dapat menjangkau audiens generasi digital native baik penikmat audio maupun visual.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membuat berbagai video edukasi dan kehumasan perpajakan yang dapat  ditonton di portal edukasi pajak atau di media sosial resmi DJP, seperti YouTube, Tiktok, Instagram, dan Facebook. Video-video tersebut menyajikan berbagai materi perpajakan yang relevan, akurat, dan terkini, seperti hak dan kewajiban wajib pajak, jenis-jenis pajak, cara menghitung dan membayar pajak, cara melaporkan SPT Tahunan, dan lain-lain. Video-video tersebut juga dibuat dengan gaya dan tema yang menarik dan sesuai dengan karakteristik dan preferensi generasi milenial, seperti naratif, dokumenter, animasi, komedi, musikal, dan lain-lain.

Dengan upaya yang telah dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak, diharapkan generasi digital native atau generasi milenial akan lebih patuh mengenai kewajiban dan hak perpajakan di dalam video edukasi dengan audio dan visual yang menarik sehingga dapat meningkatkan literasi bagi para audiens yang menjadi sasaran. Dengan adanya transformasi digital ini, masyarakat akan lebih menghemat waktu, karena dapat mengakses perpajakan melalui platform digital “DJP Online”. 

Integritas Pajak dan Sistem Perekonomian

Menjaga integritas dalam pelayanan publik terutama dibidang perpajakan menjadi fundamen sangat penting bagi pegawai DJP. Untuk menumbuhkan sikap harapan dan kepercayaan terhadap masyarakat luas dan membuktikan komitmen terhadap keadilan dan kebenaran akan sebuah pelayanan yang bertarif, adil, dan transparan. Kesadaran akan pentingnya moral integritas bagi seorang pegawai DJP untuk menyelesaikan persoalan masalah dengan mengikuti prinsip-prinsip etika dan keadilan tanpa melibatkan campur tangan korupsi untuk mewujudkan sistem roda perekonomian Indonesia yang lebih baik lagi. Pemerintah telah mengupayakan segala bentuk peraturan perundang-undangan, namun apabila upaya ini tidak dipenuhi oleh integritas pegawai DJP, bagaimana masyarakat luas akan percaya terhadap segala bentuk peraturan kepatuhan wajib pajak tersebut. Prinsip aturan integritas serta moral yang tinggi harus menjadi kunci sebagai pegawai DJP dalam kehidupan sehari-hari. Jika integritas moral dan etika pihak DJP sudah teratur dengan baik, maka sistem perekonomian akan mudah dijalankan tanpa menghadapi permasalahan korupsi, dan lain sebagainya. Serta masyarakat akan patuh terhadap sistem kepatuhan wajib pajak di Indonesia.

KESIMPULAN

Semakin tinggi tingkat stratifikasi sosial, maka semakin sedikit Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tersebut adalah kurangnya edukasi oleh masyarakat luas terkait seputar kewajiban dan hak sistem perpajakan di Indonesia, oleh karena itu Pemerintah memberikan solusi melalui daring “DJP Online” dan video edukasi dengan sasaran generasi digital native atau generasi milenial mulai terbuka oleh transformasi digital yang sangat pesat ini. Generasi digital native atau generasi milenial yang menjadi sasaran terhadap literasi kepatuhan wajib pajak telah diupayakan segala cara oleh pemerintah untuk membuat video edukasi perpajakan yang berbasis online dan dapat diakses oleh masyarakat luas. Beberapa video edukasi sudah memenuhi perkembangan zaman dengan audio dan visual yang menarik dilihat oleh para generasi digital native atau generasi milenial. Agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat luas, DJP dan Pemerintah sudah berusaha untuk meningkatkan integritas moral dan etika yang tinggi untuk mendapatkan kepercayaan penuh oleh masyarakat luas dan sistem roda perekonomian dapat berputar secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Utami, E. (28 Desember 2023). Era Digital Urusan Pajak Serba Mudah buat Generasi Muda. Diakses pada 18 Juni 2024, dari https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/era-digital-urusan-pajak-serba-mudah-buat-generasi-muda

Saeroji, O. (2017, 01 Maret). Menakar Kadar Kepatuhan Wajib Pajak. Diakses pada 20 Juni 2024, dari https://www.pajak.go.id/id/artikel/menakar-kadar-kepatuhan-wajib-pajak

Kusnandar, V. (14 September 2022). Sebanyak 115 Juta Masyarakat Indonesia Menuju Kelas Menegah. Diakses pada 22 Juni 2024, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/14/sebanyak-115-juta-masyarakat-indonesia-menuju-kelas-menengah

Ortax. (16 Maret 2018). Kelas Menengah Baru Harapan Pajak. Diakses pada 22 Juni 2024, dari https://datacenter.ortax.org/ortax/berita/show/15847

Mardlo, Z. (28 Agustus 2023). Apakah Kemudahan Pajak akan Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Diakses pada 23 Juni 2024, dari https://www.pajak.go.id/id/artikel/apakah-kemudahan-pajak-akan-meningkatkan-kepatuhan-wajib-pajak

#LombaArtikel #TaxOlympic2024