Di tahun 2021, berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), 37% dari total wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Indonesia berasal dari generasi milenial (individu yang lahir di antara tahun 1977-1994).1 Tidak bisa dipungkiri peran generasi milenial sebagai salah satu generasi penyumbang pajak terbesar untuk saat ini. Namun, timbullah sebuah pertanyaan penting dari fakta tersebut. Dalam membayar pajak, dibutuhkan pengetahuan pajak yang memadai agar masyarakat memahami pentingnya berkontribusi dalam membayar pajak. Untuk memperoleh pengetahuan pajak, diperlukan literasi perpajakan yang layak agar masyarakat dapat memperoleh pengertian tentang mengapa pajak itu ada serta fungsi dan manfaat dari pajak. Maka dari itu, bagaimanakah kondisi literasi pajak generasi milenial Indonesia saat ini? 

Mengulas Kembali Pajak dan Penerapannya 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pengertian pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.2 Sedangkan, dikutip dari Klikpajak.id, pajak menurut P.J.A. Adriani adalah iuran dari semua masyarakat untuk negara (yang bisa dipaksakan) terutang oleh pihak yang wajib membayar sesuai dengan peraturan undang-undang.3 Dengan demikian, pengertian umum pajak adalah kewajiban pembayaran dalam jumlah tertentu kepada negara yang bersifat memaksa sesuai undang-undang yang berlaku. 

Untuk jenis, pajak di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan: 1) sifat, 2) instansi pemungut, dan 3) sistem pemungutan. Pertama, pajak berdasarkan sifat dibagi menjadi dua, yaitu: pajak objektif (pajak pertambahan nilai/PPN) dan pajak subjektif (pajak penghasilan/PPh). Kedua, pajak berdasarkan instansi pemungut dapat dibagi menjadi pajak pemerintah pusat (PPh, PPN) dan pajak pemerintah daerah (pajak hotel dan restoran, pajak hiburan). Ketiga, pajak berdasarkan sistem pemungutan terdiri dari pajak langsung (PPh) dan pajak tidak langsung (PPN). 

Perlu dicatat bahwa prosedur penagihan dan pembayaran pajak bisa berbeda jika jenis pajaknya berbeda. Dengan demikian, dapat disepakati bahwa untuk dapat membayar pajak dengan baik dan benar, dibutuhkan pemahaman yang mendalam. Untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam mengenai pajak, literasi perpajakan menjadi variabel yang memainkan peran penting dalam isu ini. 

1Muhamad Wildan, Bonus Demografi Bisa Berdampak Positif Terhadap Penerimaan Pajak, https://news-mobile.ddtc.co.id/bonus-demografi-bisa-berdampak-positif-terhadap-penerimaan-pajak-33142 diakses pada tanggal 22 Juni 2024.

2Adrian Sutedi, Hukum Pajak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 5. 

3Klikpajak, Mengenal Apa Itu Pajak: Ciri-ciri, Jenis, dan Fungsi Pajak, https://klikpajak.id/blog/mengenal-materi-perpajakan-ciri-ciri-jenis-dan-fungsi-pajak/ diakses pada tanggal 22 Juni 2024. 

Literasi Pajak dan Kondisinya di Generasi Milenial Indonesia 

Literasi perpajakan sampai saat ini belum memiliki metodologi pengukuran yang seragam karena masih tergolong relatif baru dalam diskursus perpajakan.4 Namun, Marina Bornman dan Marianne Wassermann berargumen bahwa literasi perpajakan terdiri dari tiga elemen, yakni: 1) kesadaran pajak, 2) pengetahuan dan keterampilan kontekstual, dan 3) pengambilan keputusan yang bermakna atau berdasarkan informasi.5 Maka, bisa diartikan bahwa literasi perpajakan tidak hanya mengacu kepada pengetahuan perpajakan seseorang, namun juga meliputi kesadaran dan kemampuan untuk melakukan prosedur-prosedur perpajakan, termasuk cara menghitung, membayar, dan melaporkan pajak. Literasi pajak amatlah penting untuk dimiliki supaya masyarakat dapat memahami apa saja jenis pajak yang harus mereka bayarkan, bagaimana prosedur dalam membayar, dan bagaimana melacak pembelanjaan pemerintah yang menggunakan dana hasil penerimaan pajak dari rakyat. 

Di Indonesia sendiri, tingkat literasi perpajakan masih relatif rendah. Hal ini dapat terlihat dari adanya berbagai miskonsepsi mengenai pajak yang berseliweran di tengah-tengah generasi milenial. Contoh-contoh kesalahpahaman tersebut di antara lain: 1) membayar parkir disamakan dengan pajak parkir, 2) membayar pajak di restoran sama dengan membayar PPN, atau 3) pemikiran bahwa hanya konsumen yang wajib membayar pajak sedangkan pedagang tidak perlu.6 Urgensi untuk meluruskan miskonsepsi pajak seharusnya sungguh-sungguh direalisasikan agar generasi milenial dapat belajar untuk memperoleh pengetahuan pajak yang benar dan akurat, sehingga nantinya kesadaran dan kepatuhan membayar pajak bisa tumbuh bersamanya. 

Jadi, Apa yang Bisa Dilakukan? 

Menjawab persoalan mengenai tingkat literasi pajak generasi milenial di Indonesia memang tidaklah mudah. Meskipun begitu, sudah pasti masalah ini harus diselesaikan karena menyangkut pajak sebagai salah satu sarana utama untuk menunjang masa depan negara. Berbagai program dan kebijakan sebenarnya telah dikerahkan oleh DJP, mulai dari sosialisasi, pendekatan persuasif, peningkatan kualitas pelayanan, hingga mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk menjadi teladan dalam melaporkan SPT Tahunan PPh-nya.7 Akan tetapi, belum terlihat adanya perubahan secara transformasional yang menyeluruh dalam konteks literasi perpajakan. Ini berarti yang sekarang diperlukan oleh generasi milenial adalah solusi yang praktis dan inovatif, namun mudah diimplementasikan sehingga turut memudahkan mereka dalam melaksanakan kewajiban mereka, yaitu membayar pajak. 

Karena masyarakat generasi milenial sedang menjalani masa usia produktif (15-64 tahun di Indonesia), maka sosialisasi berbentuk pelatihan digital dapat diimplementasikan oleh DJP. Pelatihan bisa berbentuk seminar, workshop, atau kampanye secara online untuk menjangkau banyak orang dalam satu waktu. Tidak hanya sekadar sosialisasi, DJP harus 

4Michaela Moučková dan Leoš Vítek, “TAX LITERACY” dari ACTA UNIVERSITATIS AGRICULTURAE ET SILVICULTURAE MENDELIANAE BRUNENSIS Vol.66 No.2 (2018), 553.

5Marina Bornman dan Marianne Wassermann, Skripsi: Tax literacy in the digital economy, (Johannesburg: University of Johannesburg, 2018), hlm. 3. 

6Ferry Irawan, dkk, “MEWUJUDKAN MILENIAL BIJAK SADAR PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19” dari PENGMASKU Vol.1 No.2 (Desember, 2021), 65. 

7Dedeh Nuraliyah, Mengubah Pola Pikir Generasi Milenial Soal Pajak, https://news.ddtc.co.id/komunitas/lomba/11841/mengubah-pola-pikir-generasi-milenial-soal-pajak diakses pada tanggal 23 Juni 2024. 

mampu menyajikan sosialisasi dalam format yang menarik dan interaktif, bisa dalam bentuk aplikasi khusus edukasi pajak yang dapat diakses dengan mudah dan gratis. Kampanye literasi perpajakan hendaknya juga diorganisasikan dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat disebarkan secara merata. Dalam menyampaikan informasi, DJP dituntut untuk memperlakukan para wajib pajak dengan rasa hormat supaya generasi milenial wajib pajak terdorong untuk membayar pajak. Jika masyarakat diperlakukan dengan hormat, satu hal yang pasti berhasil dicapai adalah berkurangnya prasangka negatif masyarakat terhadap aparat pajak yang selama ini dicap mencari keuntungan untuk diri sendiri. 

Selain itu, pemerintah baik pusat maupun daerah harus bekerjasama dengan DJP untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat, terutama generasi milenial, yang sudah rusak karena dinodai oleh penyimpangan penggunaan pajak yang dilakukan oleh beberapa oknum di dalam susunan pemerintah. Pemerintah dan DJP seharusnya mampu membuktikan bahwa mereka benar-benar berkomitmen dalam menciptakan budaya perpajakan yang sehat dan jujur di Indonesia. Komitmen tersebut bisa diwujudkan dalam pembangunan fasilitas umum yang menguntungkan masyarakat, seperti jaringan transportasi umum yang teratur dan sistem administrasi pelayanan publik yang dipermudah. Pemberlakuan hukum yang adil dan tegas bagi semua pelaku penggelapan pajak terlepas dari latar belakang dan status sosial juga bisa menjadi bagian dari komitmen tersebut. Jangan sampai ungkapan “hukum itu tajam ke bawah tumpul ke atas” bisa digunakan untuk mencerminkan realitas budaya perpajakan di tanah air tercinta ini. 

Dengan demikian, generasi milenial berperan sangat penting dalam proses pembangunan negara. Memang sudah seharusnya tingkat literasi pajak mereka diperhatikan dengan saksama oleh pemerintah. Pemerintah juga hendaknya membuktikan bahwa mereka siap. Peningkatan literasi perpajakan membutuhkan kerjasama dari segenap lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah (pusat dan daerah), aparat pemungut pajak, hingga masyarakat wajib pajak itu sendiri, terutama dalam konteks ini, generasi milenial.

#LombaArtikel #TaxOlympic2024